Pemeran Dayan Merah Putih
Nonton Bareng (Nobar)
Pembuatan film "Merah Putih Memanggil" menjadi agenda khusus tahun 2017 untuk ditayangkan di berbagai bioskop, dalam memperingati dan perayaan HUT TNI di Lapangan Udara (Lanud) Tentara Nasional Indonesia yang ke-72, di seluruh Indonesia. Maka, bertepatan dengan hari HUT tersebut, telah dilakukan 'Nonton Bareng' (nobar) di sejumlah wilayah di Indonesia yang memiliki Bioskop. Seperti halnya di kota Pekanbaru, provinsi Riau.[14]
TNI kota Pekanbaru memperingati HUT TNI yang ke-72 di Lapangan Udara Roesmin Nurjadin ("Rsn"), Pekanbaru, dibawah pimpinan Komandan Lanud Rsn, Marsma TNI TBH Age Wiraksono.[14] 300 anak muda mewakili siswa Sekolah Dasar, SMP, SMA, serta perwakilan pemuda Masjid dan Gereja, diundang untuk turut serta dalam 'nobar' tersebut. TNI mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut adalah hal positive karena mengangkat thema perjuangan dan semnagat nasionalisme TNI dalam memperjuangankan Warga Negara Indonesia.[14]
Kegiatan ini juga dilakukan dibanyak tempat dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Seperti di Tasikmalaya pada tanggal 30 November 2017, personal Lanud Wiradinata dan Kodim 0612/Tasikmalaya, menggelar 'nobar' bersama para mahasiswa, ulama, santri, pemuda/i gereja, anggota pramuka, di Cinema XXI, Plaza Asia Tasikmalaya.[15] Demikian juga di kota Ambon, Maluku, kodam XVI/Pattimura, menggelar 'nobar' bersama masyarakat, dan beberapa warga sekitar di Studio XXI Ambon City Center.[15] Dan tujuannya adalah sama, yakni untuk membangkitkan semanagat nasionalisme warga Indonesia, dan turut serta menjadi bagian dalam membangun masa depan Indonesia yang lebih baik.
Cerita film ini dimulai dengan adanya pembajakan kapal pesiar ukuran sedang berbendera Indonesia, Merah Putih diperairan wilayah Indonesia oleh teroris internasional. Satu orang awak kapal ditembak mati di kapal karena melakukan pembangkangan. Empat orang awak kapal termasuk kapten beserta tiga orang warga negara Perancis, satu orang warga negara Kanada dan satu orang warga negara Korea Selatan diculik dan dibawa ke suatu daerah di bagian selatan negara tetangga. Pimpinan penculik meminta tebusan dari negara-negara yang warga negaranya diculik dan sudah barang tentu termasuk Indonesia. TNI tidak bisa berbuat apa-apa karena teroris itu berada di negara lain/tetangga. Negara tetangga tersebut juga sedang kewalahan menghadapi para teroris ini karena Pemerintahnya sendiri mengalami banyak masalah dalam negeri. Namun karena pendekatan dari Pemerintah Indonesia negara tetangga tersebut memberi ijin dan kesempatan kepada TNI untuk masuk ke daerahnya untuk membebaskan sandera dibatasi dalam waktu 2x24 jam. Untuk itu TNI membuat rencana Operasi Gabungan yang melibatkan semua Angkatan. TNI AD melakukan operasi tertutup/pendadakan dengan mengirimkan 1 team dari Batalyon Anti Teror Kopassus yang diterjunkan malam hari secara free fall. Dalam keadaan siap siaga akan dibantu pesawat tempur dari TNI AU serta kapal-kapal perang TNI AL di pantai serta operasi Kopaska atau Pasukan Katak dan Batalyon Marinir untuk didaratkan. Semua satuan-satuan TNI ini akhirnya dilibatkan.
Film Merah Putih Memanggil sudah tayang di bioskop sejak tanggal 22 Oktober 2017 - 14 November 2017
Bendera Negara Indonesia yang secara singkat disebut bendera negara adalah Sang Merah Putih. Sang Saka Merah Putih, Merah Putih, atau kadang disebut Sang Dwiwarna (dua warna). Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama. Bendera kebanggaan Indonesia ini merangkum nilai-nilai kepahlawanan, patriotisme, dan nasionalisme.
Warna merah-putih bendera negara diambil dari warna panji atau pataka Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur pada abad ke-13. Akan tetapi ada pendapat bahwa pemuliaan terhadap warna merah dan putih dapat ditelusuri akar asal-mulanya dari mitologi bangsa Austronesia mengenai Bunda Bumi dan Bapak Langit; keduanya dilambangkan dengan warna merah (tanah) dan putih (langit). Karena hal inilah maka warna merah dan putih kerap muncul dalam lambang-lambang negara berbangsa Austronesia seperti Tahiti, Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, sampai Madagaskar. Merah dan putih kemudian digunakan untuk melambangkan dualisme alam yang saling berpasangan. Catatan paling awal yang menyebut penggunaan bendera merah putih dapat ditemukan dalam Pararaton; menurut sumber ini disebutkan balatentara Jayakatwang dari Gelang-gelang mengibarkan panji berwarna merah dan putih saat menyerang Singhasari. Hal ini berarti sebelum masa Majapahit pun warna merah dan putih telah digunakan sebagai panji kerajaan, mungkin sejak masa Kerajaan Kediri. Pembuatan panji merah putih pun sudah dimungkinkan dalam teknik pewarnaan tekstil di Indonesia purba. Warna putih adalah warna alami kapuk atau kapas katun yang ditenun menjadi selembar kain, sementara zat pewarna merah alami diperoleh dari daun pohon jati, bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), atau dari kulit buah manggis.
Sebenarnya tidak hanya kerajaan Majapahit saja yang memakai bendera merah putih sebagai lambang kebesaran. Sebelum Majapahit, kerajaan Kediri telah memakai panji-panji merah putih. Selain itu, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna merah putih sebagai warna benderanya, bergambar pedang kembar warna putih dengan dasar merah menyala dan putih. Warna merah dan putih ini adalah bendera perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII.
Menurut seorang Guru Besar sejarah dari Universitas Padjajaran Bandung, Mansyur Suryanegara semua pejuang Muslim di Nusantara menggunakan panji-panji merah dan putih dalam melakukan perlawanan, karena berdasarkan hadits Nabi Muhammad. Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang-pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al- Quran. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa warna merah dan putih berasal dari bendera rasulullah yang berwarna merah dan putih. Namun, hal ini terbantahkan oleh al-Mubarakfuri, penulis Sirah Nabawiyyah, yang menyatakan bahwa bendera rasulullah berwarna putih.
Di zaman kerajaan Bugis Bone, Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera Merah Putih, adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone. Bendera Bone itu dikenal dengan nama Woromporang. Panji kerajaan Badung yang berpusat di Puri Pamecutan juga mengandung warna merah dan putih, panji mereka berwarna merah, putih, dan hitam yang mungkin juga berasal dari warna Majapahit.
Pada waktu perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran Diponegoro memakai panji-panji berwarna merah putih dalam perjuangannya melawan Belanda. Kemudian, warna-warna yang dihidupkan kembali oleh para mahasiswa dan kemudian nasionalis di awal abad 20 sebagai ekspresi nasionalisme terhadap Belanda. Bendera merah putih digunakan untuk pertama kalinya di Jawa pada tahun 1928. Di bawah pemerintahan kolonialisme, bendera itu dilarang digunakan. Bendera ini resmi dijadikan sebagai bendera nasional Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan diumumkan dan resmi digunakan sejak saat itu pula.
Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih adalah sebutan bagi bendera Indonesia yang pertama. Bendera Pusaka dibuat oleh Fatmawati, istri presiden Soekarno. Bendera Pusaka pertama kali dinaikkan pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Walaupun seharusnya Bendera Pusaka disimpan di Monas, Bendera Pusaka masih disimpan di Istana Negara.
Bendera Pusaka dijahit oleh istri Soekarno yaitu Fatmawati. Desain bendera dibuat berdasarkan bendera Majapahit pada abad ke-13, yang terdiri dari sembilan garis berwarna merah dan putih tersusun secara bergantian.
Bendera Pusaka pertama dinaikkan di rumah Soekarno di Jalan Pengangsaan Timur 56, Jakarta, setelah Soekarno membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Bendera dinaikkan pada tiang bambu oleh Paskibraka yang dipimpin oleh Kapten Latief Hendraningrat. Setelah dinaikkan, lagu “Indonesia Raya” kemudian dinyanyikan secara bersama-sama.
Pada tahun pertama Revolusi Nasional Indonesia, Bendera Pusaka dikibarkan siang dan malam. Setelah Belanda menguasai Jakarta pada 1946, Bendera Pusaka dibawa ke Yogyakarta dalam koper Soekarno. Ketika terjadi Operatie Kraai, Bendera Pusaka dipotong dua lalu diberikan kepada Husein Mutahar untuk diamankan. Mutahar diharuskan untuk “menjaga bendera dengan nyawa”. Walaupun kemudian ditangkap lalu melarikan diri dari tentara Belanda, Mutahar berhasil membawanya kembali ke Jakarta, menjahit kembali, dan memberikannya pada Soedjono. Soedjono lalu kemudian membawa benderanya ke Soekarno, yang berada dalam pengasingan di Bangka.
Setelah perang berakhir, Bendera Pusaka selalu dinaikkan sekali di depan Istana Negara pada Hari Kemerdekaan. Namun karena kerapuhan bendera, sejak tahun 1968, bendera yang dinaikkan di Istana Negara adalah replika yang terbuat dari sutra.Replika pertama ini dikibarkan selama 15 tahun sampai tahun 1984. Kemudian pada tahun 1985 yang mulai dikibarkan adalah replika kedua, sampai tahun 2014. Dan yang ketiga dikibarkan dari tahun 2015 sampai sekarang
Sang Saka Merah Putih merupakan julukan kehormatan terhadap bendera Merah Putih negara Indonesia. Pada mulanya sebutan ini ditujukan untuk Bendera Pusaka, bendera Merah Putih yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, saat Proklamasi dilaksanakan. Tetapi selanjutnya dalam penggunaan umum, Sang Saka Merah Putih ditujukan kepada setiap bendera Merah Putih yang dikibarkan dalam setiap upacara bendera.
Bendera pusaka dibuat oleh Ibu Fatmawati, istri Presiden Soekarno, pada tahun 1944. Bendera berbahan katun Jepang (ada juga yang menyebutkan bahan bendera tersebut adalah kain wool dari London) yang diperoleh dari seorang Jepang. Bahan ini memang pada saat itu digunakan khusus untuk membuat bendera-bendera negara di dunia (karena terkenal dengan keawetannya) yang berukuran 274 x 196 cm. Sejak tahun 1946 sampai dengan 1968, bendera tersebut hanya dikibarkan pada setiap hari ulang tahun kemerdekaan RI. Sejak tahun 1969, bendera itu tidak pernah dikibarkan lagi dan sampai saat ini disimpan di Istana Merdeka. Bendera itu sempat sobek di dua ujungnya, ujung berwarna putih sobek sebesar 12 X 42 cm. Ujung berwarna merah sobek sebesar 15x 47 cm. Lalu ada bolong-bolong kecil karena jamur dan gigitan serangga, noda berwarna kecoklatan, hitam, dan putih. Karena terlalu lama dilipat, lipatan-lipatan itu pun sobek dan warna di sekitar lipatannya memudar.
Setelah tahun 1969, yang dikerek dan dikibarkan pada hari ulang tahun kemerdekaan RI adalah bendera duplikatnya yang terbuat dari sutra. Bendera pusaka turut pula dihadirkan namun ia hanya ‘menyaksikan’ dari dalam kotak penyimpanannya.
Editor : Humas PPI Kota Depok
Tayang di Televisi Swasta
Proses pembuatan film ini menghabiskan waktu selama 49 hari di pedalaman hutan. Keterlibatan anggota TNI yang sudah terbiasa dengan pola hidup di pedalaman, hal ini membuat proses pembuatan film cukup membantu.[8] Lokasi shooting di Bogor dan Banten menjadi tempat yang tepat melakukan pengambilan gambar. Para aktor yang terlibat juga mampu beradaptasi dengan lokasi shooting, terlebih Prisia Nasution, mampu melakukan banyak adegan dengan baik.[11]
Dalam memperingati HUT RI ke -73 tahun 2018 lalu, Televisi swasta Trans 7 menayangkan film ini dalam rangka menyemarkkan suasana Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Film ini ditayangkan pada pukul 20.00 WIB.[13]
Restu Sinaga, Pasca Rehabilitasi
Aktor Restu Sinaga memulai kembali dunia akting pasca rehabilitasi. Sebelumnya, Restu ditangkap polisi atas kasus penyalahgunaan narkotika, dan hal ini sempat membuat kariernya berhenti. Selang beberapa waktu kemudian, Restu menerima tawaran untuk bermain difilm "Merah Putih Memanggil" ini. Selama proses shooting, Restu mengaku lebih belajar banyak secara khusus untuk memerankan senjata berbahaya.[9]
Penulis skenario film Merah Putih Memanggil adalah seorang Purnawirawan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) dan mantan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara yang memang sudah beberapa tahun berkiprah di dunia film melalui TB Silalahi Pictures. Dialah Tiopan Bernhard Silalahi atau lebih dikenal dengan TB Silalahi.[10]
Kepiawaian TB dalam bidang militer dapat ia tuangkan dalam kisah "Merah Putih Memanggil". Tebe, sapaan akrabnya, pernah bertugas dalam misi perdamaian ke Timur Tengah sebagai pasukan PBB disaat terjadi perang antara Mesir dan Israel tahun 1973.[11]
TeBe Silalahi Center sebagai Rumah Produksi TB Silalahi dalam memproduksi berbagai filmnya, telah menulis skenario untuk film Toba Dreams yang cukup laris pada tahun 2015 silam.[8] Selain itu ada juga film I Leave My Heart In Lebanon film tahun 2016, juga cukup menarik minat pecinta film Indonesia.[10]
Kerjasama dengan Hollywood
Demi mencapai hasil yang maksimal, Mirwan mengaku telah melakukan kerjasama dengan pembuat film dan TV Show Hollywood sinematografi Steve Mason. Steve Mason telah bekerja di film "Mad Men", "Mad Max", dan "Gilmore Girls", dengan kerjasama sinematografi handal Indonesia, Donnie Firdaus.[12]
Kerjasama untuk editing sound juga melibatkan David Raines. David merupakan editing sound untuk film "Shooter" dan film yang laris dipasaran "Transformers". Ada juga Bruce Goodman, yang telah berkerja keras membuat film "Argo" dan "No Country for Old Men", mengambil bagian sebagai editing penyelaras dan keseimbangan gambar.[12]
Mirwan juga mengungkapkan bahwa dalam pembuatan film ini, mereka menggunakan lima kamera berbeda namun hanya satu yang bisa digunakan dengan baik. Tidak mudah membuat film dengan kontras warna yang bagus, sehingga membutuhkam orang yang dibidangnya untuk mengerjakan itu, jelas Mirwan.[12]
Hasil Pencarian Merah Putih Bendera Merah Putih (halaman 21)
Setelah selesai melakukan pemanasan dengan berlari mengelilingi lapangan kecil. Anak-anak dibariskan bersaf dilanjutkan pemanasan dengan menggerakkan bagian tubuh dimulai dari tubuh bagian atas, togok dan tubuh bagian bawah. Pada aba-aba “merah” murid-murid melakukan gerakan mengayun kedua lengan berputar di depan dada. Gerakan ini dilakukan 4 x 8 hitungan. Kemudian, dikombinasikan dengan gerakan membungkukkan badan dan mengangkat tangan ke atas pada aba-aba “merah”. Gerakan ini dilakukan dengan 4 x 8 hitungan. Diusahakan pada waktu melakukan gerakan dengan irama yang rileks tanpa gerakan menyentak.
Merah Putih Benderaku20222:47
Merah Putih adalah film drama historis Indonesia yang dirilis tahun 2009 dan merupakan bagian pertama dari rangkaian film "Trilogi Merdeka" yang merupakan trilogi film perjuangan pertama di Indonesia. Film ini disutradarai oleh Yadi Sugandi dan dirilis dengan semboyan "Untuk merdeka mereka bersatu". Film ini dibintangi antara lain oleh Lukman Sardi, Donny Alamsyah, Darius Sinathrya, Zumi Zola, Teuku Rifnu Wikana, Rahayu Saraswati, Astri Nurdin, dan Rudy Wowor.
Merah Putih dirilis di bioskop secara nasional pada tanggal 13 Agustus 2009 di jaringan Bioskop 21 dan Blitzmegaplex.
Merah Putih adalah film yang diproduksi oleh kolaborasi Media Desa Indonesia milik Hashim Djojohadikusumo (pengusaha dan adik dari Prabowo Subianto) dan rumah produksi film nasional Margate House milik Rob Allyn dan Jeremy Stewart. Latar cerita film ini diambil berdasarkan sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1947 saat terjadinya peristiwa Agresi Militer Belanda I ke jantung pemerintahan Republik Indonesia di Jawa Tengah. Cerita Merah Putih berputar di sekawanan karakter fiktif yang menjalin persahabatan sebagai kadet dan selamat dari pembantaian oleh tentara Belanda. Mereka kemudian berperang sebagai tentara gerilya di pedalaman dengan diwarnai konflik karena perbedaan sifat, status sosial, etnis, budaya, dan agama.
Berkisah tentang perjuangan melawan tentara Belanda pada tahun 1947. Amir (Lukman Sardi), Tomas (Donny Alamsyah), Dayan (Teuku Rifnu),Soerono (Zumi Zola), dan Marius (Darius Sinathrya) adalah lima kadet yang mengikuti latihan militer di sebuah Barak Bantir di Semarang Jawa Tengah. Masing-masing mempunyai latar belakang, suku, dan agama yang berbeda. Suatu ketika, kamp tempat mereka berlatih diserang tentara Belanda. Seluruh kadet kecuali Amir, Tomas, Dayan dan Marius terbunuh. Mereka yang berhasil lolos, bergabung dalam pasukan gerilya di pedalaman Jawa. Di sana, mereka menemui strategi untuk mengalahkan banyak pasukan Belanda.
Merah Putih dishoot dengan kamera film 35mm di tiga lokasi di Indonesia, yaitu Jakarta, Semarang dan Yogyakarta.
Sebelum membesut Merah Putih, Yadi Sugandi adalah sinematografer dan penata fotografi untuk film-film seperti 3 Hari untuk Selamanya (2007), The Photograph (2007), Under the Tree (2008), dan Laskar Pelangi (2008). Penataan artistik dikerjakan oleh Iri Supit yang pernah menggarap film Ca-bau-kan (2002) dan berbagai film laris Indonesia yang lain. Film ini juga dibintangi oleh banyak bintang film populer Indonesia seperti Lukman Sardi, Donny Alamsyah, Darius Sinathrya, Zumi Zola, dan Teuku Rifnu Wikana. Film ini juga didukung oleh Astri Nurdin dan memperkenalkan aktris Rahayu Saraswati yang mendapat pendidikan akting di London dan Hollywood.
Film ini juga mengumpulkan tim ahli efek spesial dan ahli teknis film dengan pengalaman dalam pembuatan film Hollywood seperti: koordinator efek spesial dari Inggris Adam Howarth yang pernah terlibat dalam film Saving Private Ryan dan Blackhawk Down; koordinator stunt Rocky McDonald (Mission: Impossible II, The Quiet American); Penata rias dan artis efek visual Rob Trenton (The Dark Knight); Penata perlengkapan perang John Bowring (Crocodile Dundee II, The Matrix, The Thin Red Line, Australia, X-Men Origins: Wolverine); dan Asisten sutradara pertama Mark Knight (December Boys, Beautiful).
Merah Putih tergolong film yang sangat mahal dan mungkin paling mahal dalam sejarah perfilman Indonesia, namun karena didukung Hashim Djojohadikusumo (pengusaha yang tercatat sebagai orang terkaya ke-10 di Indonesia versi sebuah majalah terkenal), film tersebut dapat diproduksi dengan biaya 6 juta dolar AS atau setara dengan Rp 60 miliar untuk ketiga film dalam trilogi tersebut, termasuk juga untuk kegiatan promosi ke sejumlah negara di luar negeri.
Film tersebut dirilis empat hari menjelang Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-64 yaitu pada 13 Agustus 2009.
Sampai saat ini Merah Putih telah mengumpulkan pendapatan sebesar Rp. 8.562.008.000,00.
Film kedua dalam "Trilogi Merdeka" ini, yaitu Merah Putih 2: Darah Garuda telah dirilis pada bulan September 2010 dan film ketiga, Hati Merdeka, telah dirilis tahun 2011. Para pemain seperti Lukman Sardi, Darius Sinathrya, dan Rudy Wowor kembali bermain dalam sekuel-sekuel ini.
Payment Processing...
Payment is being processed by . Please wait while the order is being comfirmed.
Merah Putih Memanggil adalah sebuah film dari Indonesia dengan genre action. Diperankan oleh aktris dan aktor berbakat Indonesia berdarah Batak yakni Prisia Nasution, Maruli Tampubolon dan Restu Sinaga, serta beberapa pemain lainnya. Film ini bercerita tentang pasukan Tentara Nasional Indonesia yang bertugas sebagai wakil Indonesia dalam misi penyelamatan Warga Negara Indonesia dari aksi teroris internasional.[1] Mengusung tema tentang patriotisme, nasionalisme dan kegigihan TNI, dirilis pada tanggal 5 Oktober 2017.[2]
Film "Merah Putih Memanggil" menggunakan dua lokasi berbeda yakni di Kota Bogor, Jawa Barat dan sekitar provinsi Banten. Lokasi shooting pertama diadakan di daerah gunung Bundar Selatan, Kota Bogor. Di lokasi ini, pengambilan gambar diadakan dari tanggal 29 Maret 2017 hingga 30 April 2017.[3] Kemudian dilanjutkan ke lokasi kedua yaitu di Pantai Anyer, Banten dan meliputi wilayah sekitarnya. Pengambilan gambar dilokasi ini mulai tanggal 2 Mei hingga 15 Mei 2017.[3]
Film ini diperankan oleh empat pemeran utama yang sudah tidak asing lagi bagi pecinta film Indonesia. Maruli Tampubolon berperan sebagai kapten TNI bernama Kapten Norman.[4] Kemudian Prisia Nasution menjadi seorang dokter yang ikut dalam misi penyelamatan ke kapal tersebut, namanya ialah dr. Kartini. Sementara itu Restu Sinaga berperan sebagai Lopez dan Aryo Wahab berperan sebagai Diego, keduanya merupakan bagian dari komplotan teroris yang menyandera kapal berbendera Merah Putih tersebut.[4] Selain mereka, ada juga aktris Happy Salma, Mentari de Marella dan Arjan Onderdenwijngaard, yang mengambil bagian dalam film ini.[5]
Karakter tokoh Kapten Norman, memiliki sikap tegas dan mengambil keputusan penting dalam aksi penyanderaan tersebut, sementara dr Kartini selaku dokter turut dalam rombongan guna menolong jika ada korban dalam penyekapan kapal tersebut. Kedua pelaku utama teroris, Lopez dan Diego, tampak sangat terlatih dalam melakukan aksi mereka layaknya terlihat seperti tentara. Keahlian para teroris juga menjadikan misi penyelamatan tersebut mengalami banyak kendala.[4]
Dalam film ini, ada dua nama anggota TNI yang cukup menarik perhatian publik dengan keterlibatan mereka dalam film ini, mereka adalah Serka Sepi Ermawan dan Letda Eko Jati. Mereka menjadi bagian dari anggota TNI yang turut dalam misi penyelamatan penyanderaan tersebut.[6] Keahlian mereka dalam memerankam peran sangat menarik minat pecinta film Indonesia, bahkan berbagai pujian juga dilontarkan dalam akun media sosial mereka.[6]
Film ini memiliki latar belakang di dua negara, yakni Indonesia dan satu lagi adalah Tongo, sebuah negara fiktif yang sengaja dibuat dalam film ini.
Kisah film ini bermula dengan disekapnya sebuah kapal pesiar ukuran sedang berbendera Indonesia Merah Putih di wilayah perairan negara tetangga Indonesia, negara fiktif Tongo, oleh sekelompok jaringan teroris internasional. Satu orang awak kapal telah ditembak mati oleh teroris karena melakukan perlawanan dan pembangkangan. Aktor utama teroris dipimpin oleh Diego (diperankan Ariyo Wahab) sosok yang sangat bengis, kejam dan tidak punya rasa simpati. Diego dibantu oleh kaki tangannya Lopez (diperankan Restu Sinaga), dan merekalah teroris yang bermukim di Tongo, negara tetangga Indonesia.[7]
Kelompok teroris besutan Diego dan Lopez berhasil menyandera empat orang awak kapal pesiar termasuk kapten kapal beserta tiga orang warga negara lain, satu dari Perancis, satu orang warga negara Kanada dan satu orang warga negara Korea Selatan diculik dan dibawa ke suatu daerah di bagian selatan negara Tongo. Diego, selaku pimpinan penculikan meminta tebusan dari negara-negara yang warga negaranya diculik dan sudah barang tentu termasuk Indonesia. Sementara, TNI belum bisa melakukan bantuan apapun karena wilayah penyanderaan teroris berada di luar wilayah kekuasaan Indonesia.[7]
Meski telah berusaha melakukan perlawanan, nyatanya aparat keamanan dan pemerintah negara Tongo tidak mampu menangani aksi keji tersebut. Kelompok teroris cukup agresif dan terlatih dalam melakukan perlawanan, salah satu penyebab Tongo gagal melakukan penyelamatan.[7]
Negara Tongo akhirnya kewalahan dalam menghadapi kelompok teroris. Banyaknya masalah internal negara Tongo sendiri merupakan salah satu penyebab pemerintahan Tongo gagal melakukan perlawanan. Melalui hal ini, pendekatan dari Pemerintah Indonesia kepada negara Tongo membuahkan hasil, Indonesia diberi akses kepada Tentara Nasional Indonesia untuk membantu menyelasikan masalah tersebut. TNI diberi izin masuk ke Tongo untuk untuk membebaskan para sandera dalam batas waktu 2x24 jam saja. Untuk itulah TNI membuat suatu rencana OG (Operasi Gabungan) yang melibatkan semua Angkatan bersenjata Indonesia.[7]
Seusai latihan rutin kemiliteran, kapten Norman (diperankan oleh Maruli Tampubolon) melihat berita video tentang penyekapan tersebut. Norman yang merupakan komandan anti teror Kopassus ditugaskan untuk menyelamatkan sandera. Timnya dibantu oleh pasukan gabungan dari unsur TNI AD, TNI AL, dan TNI AU. Mereka hanya memiliki waksetu 48 jam untuk menyelamatkan sandera.[1]
TNI AD melakukan operasi tertutup atau pendadakan dengan mengirimkan satu tim yang berasal dari 'Batalyon Anti Teror Kopassus' yang diterjunkan pada malam hari secara free fall.[7] Dalam keadaan siap siaga, mereka akan dibantu oleh pesawat tempur TNI Angkatan Udara serta kapal-kapal perang milik TNI Angkatan Laut di pantai. Selain itu, ada juga turut serta operasi Kopaska atau 'Pasukan Katak' dan 'Batalyon Marinir' untuk didaratkan. Semua satuan-satuan dari TNI ini akhirnya dilibatkan.[7] Meskipun pasukan khusus tersebut berhasil menyelamatkan para sandera dalam prosedur misi awalnya, mereka malah diburu dan dikejar-kejar oleh pasukan pemberontak.
Film "Merah Putih Memanggil" ini telah diresmikan oleh Jenderal Gatot Nurmantyo pada hari Jumat, 28 April 2017 di Gedung Suma 2, Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta Timur, sebelum resmi dirilis pada 5 Oktober 2017 yang bersamaan dengan hari HUT TNI.[1]
Menurut Jendral Gatot film ini diproduksi sebagai bentuk publikasi kepada masyarakat Indonesia bahwa TNI selalu siap sedia dan berdedikasi untuk melindungi seluruh warga dan wilayah kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena anggota TNI telah terlatih dan terdidik dalam melakukan serangkaian operasi militer dalam berbagai beratnya medan dan daerah, termasuk didalamnya pencegahan serangan teroris yang bisa merusak dan mengganggu keamanan Indonesia.[1] Terlebih lagi, Indonesia sering disusupi kejatahan teroris yang telah memakan banyak korban.
Tepat pada tanggal 5 Oktober 2017, film ini dirilis dan diputar diseluruh bioskop tanah air Indonesia. Dalam tayangan atau rilis perdana tersebut Mirwan selaku sutradara memperkenal beberapa pemeran utama dalam film tersebut.
Mirwan selaku sutradara film turut memuji akan fisik atau tubuh Maruli Tampubolon. Ia bahkan menilai bahwa Maruli sangat bagus jika bergabung menjadi bagian dari keanggotaan Kopassus, meskipun karakter wajah Maruli yang tidak tampak seram. Mirwan sempat bergurau bahwa yang lebih cocok menjadi pemeran kapten Norman ialah Jendral Gatot Nurmantyo, namun karena sudah menjadi panglima TNI, jenderal, hal itu sulit dilakukan.[2]
Mirwan juga memuji atas peran dari Prisia Nasution. Pada saat rilis perdana tanggal 5 Oktober 2017 tersebut, Mirwan memperkenalkan Prisia Nasution dengan berperan sebagai dokter prajurit yang bernama Kartini. Pujian Mirwan keluar untuk Prisia karena ia berani melakukan berbagai adegan berbahaya tanpa meminta bantuan pemer pengganti atau stunt. Dalam film tersebut, Prisia melakukan adegan turun gunung menggunakan tali layaknya anggota Kopassus.[2] Selain wajah yang cantik, akting dari gadis berdarah Batak ini juga patut diberi pujian.
Aktor lainnya juga dipuji oleh Mirwan. Ariyo Wahab dan Restu Sinaga yang keduanya berperan sebagai teroris, dianggap sangat bagus. Mereka sangat mendalami dan telah mengerti bagaimana mereka harus memerankan karakter mereka dalam film tersebut.[2] Sehingga Mirwan merasa puas dengan tampilnya para pemeran utama dalam film Merah Putih Memanggil.
Ada beberapa fakta menarik dalam film "Merah Putih Memanggil" ini.
Pada umumnya, pembuatan film dengan genre action, menggunakan alat perang replika atau tidak asli, guna menghindari kesalahan fatal selama proses pembuatan film. Namun yang menarik dari film "Merah Putih Memanggil" ini ialah bahwa semua senjata militer yang digunakan ialah asli.[8]
Beberapa senjata asli yang digunakan dalam pembuatan film ini, yakni SIG Sauer P 226, AX-308, Minimi Para Machine Gun, teropong Leica Vector, dan peralatan selam Ampora milik Kopaska. Lalu, alutsista yang diturunkan berupa Skuadron pesawat tempur "Sukhoi SU-30" dan kapal selam "KRI Nanggala".[8] Ada juga helikopter, tank Amfibi,
Keaslian senjata yang digunakan juga dituturkan oleh Verdy Bhawanta sebagai salah satu pemeran dalam film ini. Verdy nilai bahwa tidak mudah untuk menggunakan senjata asli dalam pembuatan sebuah film, sehingga perlu diperankan oleh orang yang sangat ahli atau memerlukan waktu yang banyak untuk bisa menggunakannya hingga terlihat sempurna. Hal senada juga disampaikan Serka Sepi Ermawan, bahwa penggunaan senjata asli dalam pembuatan film Merah Putih Memanggil benar adanya sehingga lebih aman diperankan oleh para ahli di bidangnya[6]
Selain pemeran utama Maruli Tampubolon, Prisia, Nasution, Arya Wahab, Restu Sinaga, dan Happy Salma, ternyata pemeran dalam ini melibatkan anggota TNI yang masih aktif.[8] TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara, memilih beberapa anggotanya untuk terlibat langsung dalam pembuatan film ini. Maka tidak heran, jika peralatan-peralatan tempur yang digunakan adalah asli karena dipegang dan dikendalikan oleh para ahli dibidangnya.